Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak di Era Modern berdasarkan Sudut Pandang Islam


Pelibatan Keluarga dalam Pendidikan Anak di Era Kekinian


Mendidik anak adalah tugas berat orang tua. Memang tidak mudah mendidik anak apalagi di zaman yang serba modern, canggih, dan dalam era kebebasan. Namun disinilah ujian bagi orang tua yang menghasilkan pahala, juga sebagai jalan menuju kebahagiaan dan kemuliaan orang tua di dunia dan akhirat. Anak bisa menjadi aset yang paling berharga, namun terkadang juga bisa menjadi boomerang yang mencelakakan orang tua jika salah mendidiknya. Maka pengawasan kepada anak harus lebih ekstra dan berhati-hati. Jika penasaran bagaimana bentuk boomerang yang mungkin terjadi pada kita sebagai orang tua apabila kita salah dalam mendidik anak, silahkan menyaksikan sejenak cuplikan video di bawah ini.


Cuplikan video dari sebuah film yang berhasil menuangkan banyak air mata penontonnya, bahkan penulis sendiri menangis menontonnya...ssstt, malu mengakui ketika menangis hanya karena film, namun  film tersebut memang sangat menginspirasi. Amanah yang disampaikan dalam film tersebut juga pasti akan sangat membantu para orang tua bagaimana seharusnya mendidik anak di era milenial kekinian ini. Permasalahan yang disuguhkan dalam film tersebut juga kompleks berdasarkan realitas yang ada dalam kehidupan sehari-hari sehingga tidak ada ruginya untuk menontok film parenting education tersebut.



Ada sebuah kisah lain yang cukup inspiratif juga, yang mana berlatar belakang islam. Suatu ketika datang seorang laki-laki menghadap Umar bin Khattab mengadukan anaknya yang dianggapnya durhaka. Kemudian Umar bin Khattab bertanya pada sang anak,”Kenapa kamu durhaka kepada bapakmu dan meremehkan hak-haknya ?” Si anak berbalik bertanya,”Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak juga punya hak yang harus dipenuhi bapaknya ?” Umar bin Khattab menjawab,”Tentu.” Si Anak kembali bertanya,”Apakah itu ya Amirul Mukminin ?” Khalifah Umar menjawab,”Memilihkan untuknya ibu yang shalihah, memberinya nama yang baik dan mengajarinya Al-Quran.” Si Anak kemudian berkata,”Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya bapakku belum pernah melakukan satupun diantara semua itu. Aku dipilihkannya ibu yang tidak mengenal Islam, aku diberinya nama Ju’al (Kumbang Kelapa), dan aku belum pernah diajari Al-Quran satu huruf pun.” Khalifah Umar lalu menoleh kepada bapaknya,”Kamu mengadu bahwa anakmu telah berbuat durhaka kepadamu ! Padahal kamu sendiri sudah durhaka kepada anakmu sebelum ia mendurhakaimu.”

Kisah ini menggambarkan besarnya tanggung-jawab orang tua terhadap anaknya. Tidak hanya anak yang harus mendatangkan kewajibannya pada orang tuan, namun juga hal yang sama berlaku bagi orang tua untuk anaknya. Orang tua harus mempersiapkan segala sesuatu bahkan sebelum sang anak lahir, yakni ibu yang shalihah. Kualitas seorang ibu sangat menentukan kualitas anak dan dari belaian tangan dan sentuhan kasih sayang ibu pula akan lahir dan tumbuh anak-anak yang shalih-shalihah. Kemudian pilihkannya nama yang baik untuk anaknya dengan harapan mereka dapat menjadi orang yang sesuai dengan nama yang dimilikinya. Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan “apalah arti sebuah nama” karena nama seharusnya memiliki arti yang baik dan merupakan doa orang tua untuk anak-anaknya.

Dalam islam, pendidikan terhadap anak dimulai sejak dalam kandungan. Jika dunia barat menganjurkan agar ibu sering memutarkan musik klasik untuk merangsang perkembangan otak anak, maka islam mengajarkan lebih dari itu. Ibu dianjurkan melantunkan doa untuk sang bayi dengan suara jelas agar didengar oleh anaknya. Sebagaimana yang dilakukan oleh para Nabi Allah terdahulu.


Disanalah Zakariya berdoa kepada tuhannya seraya berkata,”Ya tuhanku, berilah aku dari sisi engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya engkau maha mendengar doa.” [Surah Ali imron : 38]

Orang tua khususnya ibu juga hendaknya tertib beribadah dan banyak berdzikir serta rutin membaca Al-Quran dengan secara aktif ikut mengajak anak mendengarkan. Berbagai penelitian ilmiah membuktikan bahwa stimulasi pralahir akan meningkatkankan intelegensi anak. Orang barat biasanya menggunakan music klasik dan instrumental untuk menstilmulasi otak anak mereka. Sebagai muslim kita harus yakin bahwa lantunan al-quran mempunyai kekuatan yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun apalagi hanya musik klasik.
Tetapi intelegensi akan menjadi sia-sia apabila seorang anak tidak dibekali akan pondasi dengan keimanan yang tinggi dan kefahaman agama yang kuat serta akhlakul karimah. Bekal dan pondasi itulah yang diajarkan oleh orang yang bijak dan memberikan keteladanan dalam mendidik anak, yaitu Luqman Al-Hakim. Begitu pentingnya ucapan Luqman tersebut sehingga menjadi bagian nama dari salah satu surah dalam Al-Quran.
Jika dijabarkan secara sistematis, secara kodrati orang tua memiliki peran dominan terhadap pembinaan putra-putrinya yang merupakan amanah dari  Allah SWT yang harus di pertanggungjawabkan di hadapan Allah. Sebagaimana firman Allah SWT

"Wahai orang orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka" [QS At Tahrim; 6]

Orang tua mendidik anak sewaktu mereka masih kecil, ketika mereka dewasa menjadi pengayom dan benteng pengaman saat orang tua lanjut usia dan akan membawa orang tua hidup bahagia di dunia serta meninggikan derajat orang tua di surga kelak, sebagaimana firman Allah:



Dan orang-orang yang beriman dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, maka kami susulkan anak cucu mereka, dan kami tidak mengurangi sedikitpun dari (pahala) amal mereka. Setiap manusia digadaikan dengan apa yang di kerjakan. [QS. At Tuur: 21]


BEBERAPA HAL YANG HARUS DILAKUKAN ORANG TUA DALAM PEMBINAAN GENERASI PENERUS :

Pembinaan putra-putri kita sebagai generasi penerus harus tetap ditegakkan mengingat mereka adalah tongkat estafet yang akan melanjutkan kehidupan dan masa-masa kita mendatang. Kesuksesan yang hakiki sebagai orang tua adalah menyaksikan anaknya mampu menjadi orang sukses yang barokah dan bermanfaat bagi orang-orang yang di sekitarnya dan ia mampu melakukan apa yang diimpikannya. Oleh karena itu, orang tua perlu mendukung putra-putrinya, membina mereka agar kelak dapat diandalkan sebagai manusia, antara lain :

1. Mendoakan Anak.


Para orang tua agar banyak berdoa dan tawakal kepada Allah agar putra putrinya bisa menjadi generasi penerus yang paham, handal dan tangguh. Ingat ! doa orang tua itu mustajab. Orang tua jangan bosan-bosan  untuk terus  mendoakan putra putrinya, khususnya di waktu waktu mustajab, seperti di waktu sepertiga malam yang akhir. Ucapan orang tua kepada anaknya juga  merupakan doa, maka dari itu apabila orang tua terpaksa harus marah kepada anaknya, hendaknya tetap menggunakan kata kata yang baik dan menghindari kata kata yang jelek agar putra-putrinya terhindar dari keburukan ucapan itu. 

2. Menjadi Teladan bagi Anak-Anaknya
Orang tua ibarat sekolah pertama sebagai pusat untuk menumbuh kembangkan kebiasaan (tabiat) mencari pengetahuan dan pengalaman. Orang tua adalah perantara untuk membangun kesempurnaan akal anak dan orang tua adalah perantara untuk mengarahkan serta membangun (mengembangkan) kefahaman anak karena anak dilahirkan dalam keadaan fitrah sebagaimana hadist di bawah ini.

عن أبىهريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال كل إنسان تلده ٱمه على الفطرة، وأبواه بعد يهودانه وينصرانه ويمجسانه، فإن كانا موسليمين فمسلم...

 (رواه مسلم  ) 
Tiap-tiap anak dilahirkan oleh ibunya atas fitrah [bersih dari dosa] kemudian setelah itu kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu yahudi, nasrani atau majusi. Jika orang tuanya muslim, maka anaknya juga muslim.

Peran orang tua sebagai pembentuk karakter pada anak yang dominan sehingga dalam mendidik putra putrinya hendaknya bisa memberikan contoh yang baik. Bukan sekedar menasehati ,memerintah atau bahkan membentak. Anak perlu diwarai  bukan dimarai.
Anak lebih cepat meniru sikap dan perilaku orang sekitarnya daripada nasehat karena salah satu kodrat anak adalah mengikuti apa yang dia lihat. Anak yang tumbuh berkembang di keluarga yang tertib  dalam menjalankan sholat, membaca Al Qur’an ,membiasakan berbicara yang baik, dengan sendirinya anak itu akan insyaallah akan mengikutinya.

Ajakan, nasehat yang baik harus selalu di sampaikan sejak usia dini, sebagaimana sabda rasulullah SAW :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ»
“Suruhlah anak-anakmu melakukan shalat di waktu dia berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka kalau sudah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka (maksudnya antara anak laki-laki dan perempuan)”. (HR. Abu Daud)

Sebagai pijakan dalam menuntut kebiasaan anak yang baik, maka sejak dini hendaknya orang tua membiasakan berbicara yang santun pada anak, sehingga respon yang anak berikan akan baik pula. Kebiasaan tersebut secara spontan akan terbawa dan tercipta dalam kepribadian anak untuk dapat menerapkan bicara yang pahit madu. Misal, membiasakan untuk bicara sopan atau bahasa jawanya 'boso' pada siapapun yang dijumpainya, atau paling tidak berbahasa Indonesia yang sopan. Maka dalam hal ini, orang tua diharapkan dapat menjadi contoh yang utama serta memberikan terladan yang baik, bagaimanakah seharusnya tata cara berbahasa yang baik dalam komunikasi dengan orang lain.
3. Memotivasi Anak Semangat Beribadah dan Lebih Memperhatikan Pendidikan dan Agama Anaknya.

Orang tua harus berperan dengan cara menyiapkan dan membentuk putra putrinya agar bisa menjadi pejuang-pejuang agama yang faham. Selain anaknya mendapat pahala dari Allah SWT, orang tua juga mendapatkan pahala dari amalan anaknya. Sabda Rasulullah SAW:

Barang siapa membaca AL QUR’AN dan mengamalkan isinya, maka kedua orang tuanya akan di beri mahkota padahari kiamat.terangnya sinar mahkota itulebih baik dari terangnya sinar matahari di rumah dunia seandainya matahari itu ada di rumah kalian, lalu bagaimanakah persangkaan kalian terhadap orang yang mengamalkanya?

Untuk itu orang tua diharapkan benar-benar bisa memotivasi putra-putrinya agar bisa menjadi generasi penerus yang paham, punya cita-cita dan tarjet bahwa putra-putrinya harus bisa menjadi muballig-muballighot, bisa berguna untuk kedua orang tua, keluarga dan untuk bangsa.
Adapun beberapa bentuk aktualisasi dalam memerhatikan pendidikan agama anaknya diantaranya :
  • membelikan peralatan mengaji dan ibadah yang lengkap
  • mengantar dan menjemput putra-putrinya yang masih caberawit, lebih baik lagi orang tua ikut menunggui sehingga tahu perkembangan ilmu anaknya
  • jika anak sudah besar, orang tua hendaknya lebih memerhatikan ketertiban mengajinya, mengontrol apakah benar-benar berangkat mengaji, menanyakan apakah target kurikulumnya sudah tercapai, kendala-kendala apa yang dihadapi dan bila perlu mengantar jemput
  • memrhatikan cara berpakaian putra-putrinya apakah sudah sesuai syariat agama, jika belum orang tua harus berani tegas menasihati anaknya. Dalam membelikan pakaian orang tua juga harus memerhatikan syariat dan tentu orang tua harus dapat memberi contoh terlebih dahulu dalam hal berpakaian
  • jika anaknya sudah usia nikah, supaya berusaha membekali dan mempersiapkan mental anak-anaknya untuk menjadi calon suami yang sholih dan calon istri yang sholihah.

Di sisi lain, memberikan Pendidikan agama dan spiritual pada anak sejak dini juga akan menolong anak dari segi kerusakan moral atau amoralitas gerusan zaman globalisasi. Anak yang dibekali ilmu agama dan keimanan yang kuat, maka anak tidak akan mudah terjerumus dalam pergaulan akhir zaman ini. Sebab mereka telah memiliki keyakinan kuat sebelum melakukan tindakan apapun, rasa takut ketika melakukan hal jelek (kemaksiatan), dan sebagainya. Maka, apabila orang tua mampu menanam nilai-nilai luhur dan spiritual yang kuat dalam diri anak sebelum mereka menerima pelajaran formal di sekolah, atau setidaknya terjadi keseimbangan, maka tidak perlu kekhuatiran dalam pergaulan anak. Kita harus bisa memercayai mereka di sisi lain kita juga bertindak sebagai pengawas yang bijaksana dalam setiap pergaulan anak-anak kita, tetapi juga perlu diingat jangan sampai kita bertindak ‘overprotective’ sehingga anak menjadi tidak nyaman. Bertindak sewajarnya, atau bisa juga memperlakukan mereka sebagaimana teman kita ketika mereka beranjak usia remaja.

4. Mau Terbuka dan Bekerja Sama
Dalam mendidik anak, orang tua harus mau bekerja sama dengan para pakar pendidik, baik secara formal maupun informal. Orang tua supaya lebih terbuka terhadap pengurus pendidik anaknya sehingga kalua ada masalah pada anaknya bisa dipecahkan dan diselesaikan bersama-sama. Jangan sampai para orang tua malah menutupi kesalahan dan kekurangan anak-anaknya, kalua dilapori bahwa anaknya nakal atau ada masalah malah yang lapor dianggap memfitnah. Hal tersebut jangan sampai terjadi. Sebab kalau sudah terlanjur rusak, anak-anaknya sulit diarahkan akhirnya yang rugi, yang berat dan kecewa adalah orang tuanya sendiri. Terutama dalam proses pembelajaran, orang tua harus lebih peduli dengan apa saja yang diajarkan oleh guru ngajinya dalam setiap pengajian, bertanyalah dan ikuti perkembangan pendidikan anak dengan baik. Sebagaimana ketika kita bertanya dan peduli terhadap pendidikan anak di sekolah formal.

Apabila anak sudah dipandang mampu menerima ilmu di lingkungan pendidikan formal, maka orang tua dapat memutuskan untuk mendaftarkan anak-anaknya masuk pendidikan usia dini. Kenapa harus demikian ? Sebab dalam PAUD, anak-anak dapat mengembangkan sikap kemandirian dan nilai-nilai lain sebelum akhirnya mencapai tahap pendidikan final. Tidak terburu-buru memasukkan anak dalam satuan pendidikan juga merupakan tindakan bijaksana, karena anak tidak harus menerima materi yang seharusnya belum diterima. Ada kalanya memang lebih cepat lebih baik, namun di sisi lain kita juga harus mempertimbangkan bagaimana kondisi putra-putri kita. Apakah kesiapan mereka sudah cukup matang untuk menerima pendidikan di satuan pendidikan. Sebab apabila kita salah perhitungan, maka tidak kecil kemungkinan dapat menimbulkan trauma dan pesimis dalam diri putra-putri kita. Untuk itu, sebaiknya kita harus mampu mengenali anak kita dan menetapkan kelayakan dari anak kita sebelum masuk satuan pendidikan sehingga tidak sampai terjadi 'salah kaprah'.


Gambaran Pendidikan Anak dalam Kehidupan



Pemikiran dan observasi ini saya dasarkan atas kenyataan dan saya berpikir hal tersebut dapat dijadikan pelajaran bagi orang tua yang lain. Saya berpendapat bahwa tulisan yang baik adalah yang mudah melekat di pikiran para pembaca. Bukankah demikian ?
Penulis berkesimpulan bahwa saat memasuki usia dini, yang lebih penting ditanamkan adalah pendidikan moral baik ilmu agama maupun sikap nasionalisme, bukan pendidikan berpengetahuan terlebih dahulu. Oleh karena itu, penting untuk mengajarkan ilmu agama secara konseptual dan praktikal bukan berbasis teori hafalan. Apapun agama yang dianut harus dilakukan penekanan yang dalam secara konseptual dan praktikal juga. Sehingga, diharapkan setiap insan yang mengenyam pendidikan dapat menghayati agamanya masing-masing secara konsep dan menghindari segala macam jenis tindakan yang dilarang hukum agama.
Adapun beberapa pelajaran tersebut adalah sebagai berikut :

PELAJARAN  1
Saya berusaha bagaimanapun, percuma… karena tidak pernah ada yang mau mengakuinya.
Contoh yang sederhana adalah kejadian masa itu. Saya mengkuti suatu olimpiade berskala nasional. Meskipun tidak memperoleh juara pertama, setidaknya saya dan kawan saya mampu masuk jajaran ke 76 dari beberapa ribu peserta. Ya, walau tidak terlalu membanggakan, namun saya berharap dengan demikian orang tua saya bangga. Tetapi, ketika saya cerita ke kedua orang tua saya dengan penuh harapan namun ayah saya berkata,”kok, jauh sekali, paling nggak 10 besar.”
"Perasaan saya saat itu benar-benar kosong. Otak saya memasang alarm kesedihan yang mendalam hingga mata saya tak mampu lagi melihat warna" Inilah kenyataan yang waktu itu saya rasakan.

Seketika itu, harapan saya pupus. Tidak hanya harapan tetapi pula motivasi untuk maju pun luntur. Saya berpikir,”bagaimanapun saya berjuang takkan pernah ada yang akan mengakuinya.”
Setidaknya itulah yang saya pikirkan saat itu dan saya hanya bisa tersenyum dengan terpaksa. Saya tidak ingin membuat beban bagi kedua orang tua saya. Apalagi biaya sekolah saya tidak kecil. Hingga saat ini saya tidak bisa melupakannya bagaimana rasa sakitnya saat itu yang saya selimuti senyum di lisan saya dan menahan air mata untuk tidak membuat kedua orang tua saya kecewa lagi. Setidaknya saya bukan orang yang bepikiran dangkal sehingga hanya karena itu saya menyerah dan kecewa. Setidaknya untuk sesaat. Saya juga pernah mengalami banyak hal yang menyakitkan.


Jadi, pelajaran pertama yang mana saya terilhami dari mengikuti suatu seminar parenting skill  di Jember adalah “ketika anak mendapat suatu bentuk prestasi akademis yang sebenarnya kurang memuaskan setidaknya jangan sampai kita mengeluarkan kata-kata yang justru malah membaut mental anak down seperti halnya contoh di atas. Hal tersebut sepatutnya dihindari karena apabila seorang anak menceritakan suatu keberhasilan yang diraihnya pada orang tuanya berarti ia yakin dengan prestasinya tersebut dan dengan penuh harap untuk terus didukung dan dimotivasi. Suatu kesalahan apabila sebagai orang tua langsung menjudge anak yang akhirnya menyebabkan deteriorasi mental yang berakibat anak putus semangat. Maka anak yang mentalnya masih lugu akan kesulitan untuk membangkitkan motivasinya karena ia pasti akan berpikir,”untuk apa aku berusaha ? tidak ada yang akan mengakuinya.”



Jadi, sederhananya anak membutuhkan sebuah pengakuan barulah sebagai orang tua berikan nasihat yang membangun untuk mendorong anak meningkatkan prestasi yang harus dicapai.
Contoh : “Hmmm, bagus nak… pintar anak ibu (sambil dielus kepalanya) nanti lebih bagus bila kamu menjadi lebih baik, ya !”
Bila sebagai orang tua mampu untuk mengolahnya menjadi sebuah edukasi maka hal itu akan menjadi sebuah pengalaman dan semangat bagi anak untuk terus meningkatkan kemampuannya. Bahkan tanpa disuruh pun anak akan tanggap dengan sendirinya karena punya mindset,”Segini saja ayah ibuku bangga, apalagi bila aku bisa menjadi lebih baik.”

PELAJARAN 2
Orang tua yang menuntut kesempurnaan pada anak.




Merupakan suatu kesalahan apabila orang tua memang  menuntut kesempurnaan pada diri anaknya apalagi pada zaman sekarang. Beberapa orang tua pasti ada yang masih ingin membuat anakanya menjadi yang terbaik sehingga memaksa kehendak pribadinya dalam diri anaknya yang akhirnya membuat anak merasa tertekan. Perasaan yang demikian tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan rasa kebencian yang mendalam pada anak terhadap orang tua yang akan menimbulkan pertentangan dan durhaka. Banyak orang tua kecewa karena memiliki anak yang durhaka atau menentang tetapi tidakkah kalian orang tua berpikir, setiap aksi pasti ada reaksi dan sebaliknya. Perilaku anak yang demikian bukanlah tanpa sebab dan akar yang menumbuhkan benih tersebut melainkan karena kesalahan dan kelalaian orang tua dalam memberikan Pendidikan pada anaknya. Yang sekarang sering terjadi karena merasa tidak mampu memberikan seperti apa yang diminta orang tua akhirnya anak akan merasa terkekang dan mulai melakukan penolakan terhadap kehadirannya di dunia ini dan tidak menutup kemungkinan pula mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Lantas siapakah yang patut disalahkan ? Tentu saja orang tua akan mengambil andil besar dalam hal ini.

PELAJARAN 3
Pembelajaran yang ketiga dapat dianalogikan sebagaimana hukum fisika, hukum III Newton, Setiap aksi pasti ada reaksi yang sama besar atau bila disimpulkan Faksi  =  Freaksi. Sehingga ketika oprang tua menjumpai perilaku yang tidak biasa dari anaknya maka pasti ada aksi yang memulainya sehingga timbul reaksi yang ditimbulkan oleh anak. Misal orang tua menginginkan anaknya memiliki perilaku yang baik dan ucapan anaknya yang sopan dan terjaga maka aksi yang harus diberikan oleh orang tua pun harus pula demikian. Orang tua yang memberikan aksi baik terhadap anaknya maka anak akan memberikan reaksi yang baik pula dan begitu pula sebaliknya.
Contoh kecil berasal dari penelitian yang dilansir dari http://indonesiaone.org/eksperimen-efek-perkataan-positif-dan-negatif/

Video inilah yang harus menjadi pertimbangan bagi orang tua dalam mendidik anak bahwa perkataan baik dan buruk memiliki dampak bagi yang menerimanya khususnya apabila kita melakukannya terhadap anak kita.


Bila perkataan dan segala hal yang kita keluarkan atau kita ekspresikan, khususnya dalam mendidikan anak bentuknya dan sifatnya positif, maka anak akan cenderung membentuk kepribadian yang positif juga. Begitu pula sebaliknya, perkataan dan bentuk ekspresi negatif akan memengaruhi dan membentuk kepribadian negatif bahkan cenderung membuat anak merasa depresi, sebagaimana halnya penelitian yang ada dalam video tersebut.

PELAJARAN 4
Tidak Bertengkar di Depan Anak
Ada pengalaman yang kurang menyenangkan yang pernah dialami oleh penulis akibat kedua orang tua yang bertengkar di depan penulis yang  saat itu masih anak-anak. Akibatnya kedua orang tua yang bertengkar di depan anaknya maka akan diingat betul kejadian tersebut. Padahal kejadian tersebut sudah sangat lama, tetapi anak yang melihatnya pasti akan mengingat kapan, dimana, juga apa yang dipertengkarkan oleh orang tua saat itu. Hal tersebut dapat menimbulkan trauma psikis yang mendalam dan sulit dilupakan apabila terjadi secara continue atau terus-menerus. Bahkan tak jarang akan terbawa oleh anaknya ketika mereka telah memiliki keluarga sendiri dan pembawaan mereka dapat diturunkan dalam mendidikan anak-anak mereka.
Hendaknya orang tua tidak bertengkar di depan anak. Namun semampunya sejauh-jauhnya menghindari pertengkaran. Bagaimanapun, anak pasti akan terluka dengan kejadian tersebut. Dan hindarilah untuk memarahi anak-anak, apalagi menjadikan anak sebagai pelampiasan kemarahan. Sebab masih sering dijumpai hal tersebut terjadi meskipun di era milenial ini.


Sebagai orang tua yang paling utama dalam membina rumah tangga adalah bagaimana menjalin komunikasi yang baik antara keduanya juga dengan anak-anak. Jangan sampai karena kekecewaan dan kekesalan yang dialami orang tua menjadikan anak sebagai sasaran pelampiasan kemarahan. Rasa tidak adil tersebut tidak menutup kemungkinan membuat anak kita menjadi pribadi pembenci, pendiam, atau bahkan bengis, dan lain-lain.  Maka hendaknya sebagai orang tua harus bersikap bijak dalam mendidik anak-anak. Sepatutnya orang tua dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya dengan baik, maka pengaruh lingkungan yang negative maupun perkembangan negative dari anak dapat ditekan seminimal mungkin.

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, anak akan belajar dari lingkungannya. Mereka belajar dari apa yang dilihat dan didengar. Maka orang tua harus berusaha menempatkan anak-anaknya dalam lingkungan yang islami, lingkungan yang bersih dari polusi maksiat dan dosa dan yang pasti orang tua harus mampu mendesain pola didik bagi anaknya-anaknya yang sejuk dan menyenangkan.

Semoga Allah Paring Manfaat lan Barokah... Amiin !
___ArinK.a_InspiringParenting#