Problematika RKUHP dan Pembatalan Revisi UU KPK


Menelik Upaya dan Sikap dalam Demonstrasi
Isu baru-baru ini yang ramai diberitakan mengenai RKUHP dan UU KPK. Demonstrasi mahasiswa yang menyeruak hingga seluruh negeri, ramai massa aksi yang mengikuti, namun negara bertingkah sepihak seakan tuli. Menelik beberapa problematika yang terjadi, mahasiswa dan pelajar yang gugur dalam demonstrasi mengundang berbagai belasungkawa dari penjuru negeri.
Berikut ini adalah beberapa argumen saya terkait peristiwa-peristiwa yang sedang menyesakkan ibu pertiwi. Tidak ada maksud menjatuhkan atau mengecam pihak atau lembaga tertentu. Apabila ditemukan kekeliruan, maka ruang literasi ini terbuka akan kritikan. Silahkan sampaikan opini anda mengenai hal tersebut, maka saya akan menanggapi semampu yang saya ketahui.
Yang pertama sudut pandang saya mengenai kepolisian. Pihak kepolisian memiliki wewenang dan kewajiban, yang utama tugas mereka adalah mengayomi, bukan sepihak menghukumi. Ada berbagai cuplikan peristiwa yang saya saksikan dari cuitan teman-teman di twitter yang sudah dibuktikan kebenarannya. Ada beberapa media massa yang sudah menerbitkan terkait perilaku aparat yang memukuli, menginjak, merampak hak para jurnalis, bahkan tenaga medis juga menjadi sasaran kecurigaan. Prasangka bahwa mobil ambulance yang dibutuhkan untuk merawat demonstran terluka malah dicurigai membawa batu dan bensin oleh apparat kepolisian. Tidak bisakah kalian apparat kepolisian lebih percaya dengan para demonstran ?

Sikap kepolisian terhadap para jurnalis yang sedang meliput juga tidak patut akan pujian dan hanya akan mencoreng nama baik kepolisian. Lucunya, kepolisian merebut paksa bukti-bukti rekaman yang telah awak media dapatkan, menghapus, dan memukuli. Ketika ditanya, mereka hanya menjawab, “ID jurnalismu ga kelihatan !” Saya hanya tertawa membacanya.
“ID Card jarak satu meter ga kelihatan, giliran plat kendaraan 500 meter, terlihat jelas oleh mereka,” tulis akun @Pejuang_Nyasar di twitter.
Akan tetapi, di sisi lain saya juga sempat iba. Meskipun beberapa anggota brimob membuat kesal publik, ada pula anggota brimod yang masih memiliki moralitas dan dedikasi baik untuk mengayomi. Bahkan saya sempat menyaksikan, meskipun ini adalah peristiwa yang sudah lalu di 2018, seorang polisi berhadapan dengan massa demonstrasi yang mengamuk, tepat lokasinya di luar pulau jawa. Salah seorang polisi menjadi bidik sasaran anak panah tepat di matanya. Inilah yang menjadi perhatian saya ketika marak pemberitaan aparat kepolisian memukuli demonstran mahasiswa, jurnalis, dan paramedis. Yang terekspos adalah keberadaan dari ketiga pihak tersebut, sedangkan kondisi dari pihak kepolisian sendiri tidak ada informasi apapun. Saya berpikir bisa saja salah seorang anggota polisi terluka karena baku hantam dari para demonstran ? Bisa saja !
Nah, permasalahannya, ada kalanya memang demonstrasi itu masih dianggap lumrah dan memang diperlukan guna menghadapi dan mengecam reformasi RUU dan RKUHP yang menyusahkan. Demonstran juga seharusnya bisa menjaga sikap sehingga tidak perlu sampai baku hantam. Kembali lagi dalam pribadi masing-masing, apakah moral yang perlu dibenahi ketika demonstrasi ? Baik itu dari pihak kepolisian maupun mahasiswa. Tentu saja kepercayaan dan mengayomi. Tidak dengan merusak fasilitas publik, cukuplah sesuatu yang akan menggugah keluar suara pemerintah. Tidak perlu melempar sesuatu yang sifatnya menyakitkan, seperti yang umumnya dijumpai saat demonstrasi -- ex botol, bebatuan, dan sejenisnya—
 Yang bisa ditolerir dalam pemikiran saya adalah ketika mahasiswa menumbangkan gerbang kantor pemerintah di salah satu video di twitter yang sempat viral. Saya sendiri sempat berpikir, kalian luar biasa ! Saya berpendapat, sedikit penekanan memang diperlukan agar para elit tersebut keluar dari kandang, hehe. Namun hal tersebut juga masih harus dalam batasan, ya kawan 😊.
Seperti halnya taman dan berbagai fasilitas yang disediakan untuk publik, tidak seharusnya kita merusak. Ingat, untuk membangun beberapa fasilitas tersebut, dana yang digunakan juga uang kita sendiri, masa kita rela menghanguskan uang sendiri yang susah payah kita kita cari. Tentu saja Tidak ! Jadi, demonstrasi juga harus memerhatikan norma etika dan aparat kepolisian juga harus menegakkan moral dan rasa kemanusiaan, no amoral, you’re not algojo, but you’re justice upholder !
Kontradiksi Ucapan Fahri Hamza dalam Ujian Reformasi – Mata Najwa
Saya juga sempat melihat beberapa tayangan acara tersebut di youtube, sebab TV saya rusak, hehe (Curhat dikit ga papa kan ?, )
Dalam tayangan video; Ujian Reformasi – Fahri Hamzah: Korupsi Tuntas dalam 5 Tahun, saya menangkap beberapa kalimat yang beliau ucapkan, “Kenapa korupsinya ga selesai-selesai, tiap hari makin banyak yang ditangkap…dsb.
Source : MataNajwa Youtube Channel
Saya sempat berpikir, bukankah semakin banyak yang ditangkap itu juga merupakan sebuah kemajuan ? Jika tidak ada yang ditangkap, bukankah itu kemunduran ?
Di negeri ini, dimana hukum bisa dibeli, cukup mudah bagi koruptor meloloskan diri dari hukuman jeruji besi. Bahkan para koruptor yang ditahan dalam penjara pun, fasilitas yang disediakan juga cukup nyaman ditinggali. Bahkan tidak pantas menyebutnya penjara, melainkan hotel sementara. Melihat hal ini sudah dapat dipastikan bahwa hukuman penjara tidak akan membuat mereka kapok. Dalam deskripsi yang ditulis matanajwa di youtube dimana video tersebut diunggah, Fahri Hamza mengungkapkan bahwa KPK gagal memberantas korupsi di Indonesia, karena hanya menangkap koruptor, bukan mencegah praktik korupsi itu sendiri.
Nah, yang perlu digarisbawahi, “Mencegah praktik korupsi itu sendiri” bukanlah hal yang mudah dilakukan meskipun jabatan yang dimiliki sebagai supervisor atau pengawas, justru itu akan melemahkan fungsi KPK. Jika memang ingin mencabut korupsi dari seluruh akarnya, maka yang perlu dibenahi adalah undang-undang mengenai hukuman koruptor. Beratkan pidana koruptor seperti yang telah diterapkan negara-negara lain. Malah dalam draft RUU hukuman koruptor yang semula min 4 tahun menjadi 2 tahun, kemanakah keadilan di negeri ini ? Ayam masuk dan makan di wilayah tetangga dipidana, kemanakan akal yang telah Tuhan beri ?
Hanya di Indonesia yang Berbeda, Mungkin Indonesia ingin Melakukan Inovasi Pidana, Hihi..
Hukuman yang sangat berat bagi koruptor seperti hukuman mati dan penjara seumur hidup, pasti akan membuat jera bahkan membuat mereka terintimidasi sebelum melakukan aksi. Mereka tidak akan berani melakukannya karena konsekuensi yang akan ditanggung kelak mereka terciduk korupsi. Nah, pertanyaannya, beranikah pemerintah mengambil langkah ini ? Mengapa mereka tidak memberlakukan peraturan seperti ini ? Padahal tuan di negeri demokrasi itu sendiri rakyat, lantas mengapa pemerintah tidak mengindahkan hukuman yang mendukung rakyat dan malah sebaliknya merugikan masyarakat ?
Entahlah, saya berpikir kian hari, lucunya negeri ini !
Menanggapi Bela Sungkawa Presiden Jokowi atas Korban Demonstrasi
Beberapa mahasiswa dan pelajar menjadi korban demi menegakkan reformasi. Mereka harus meninggalkan dunia demi membumikan UU diluar nalar seharusnya. Seperti inikah bumi pertiwi berdiri ? Merelakan nyawa yang telah menghilang hanya untuk mendengar bela sungkawa meninggalkan titik utama problematika. *Jayalah Indonesia !*
Presiden Jokowi menyampaikan bela sungkawa yang diliput beberapa media pada hari kamis kemarin. Tidak berselang lama, Presiden Jokowi menyampaikan bela sungkawa atas wafatnya mantan Presiden Prancis, Jacques Chirac. Ada yang menanggapi : “Gajah di pulupuk mata tak tampak, tapi semut di seberang lautan tampak.” Tulis akun @Rha_tjoensimatu


Saya sendiri juga sempat merasa sangat menyayangkan. Mengapa konflik di negeri sendiri begitu lama dibenahi, sedangkan apa yang terjadi di seberang negeri, beliau cepat menanggapi. Saya berduka cita sangat dalam karena demokrasi negeri ini terlalu banyak ternodai.
Sebetulnya, para demonstran yang gugur tidak mengharapkan ucapan bela sungkawa yang mendalam, rasa simpati, atau pun empati. Mahasiswa dan rakyat Indonesia hanyalah ingin Presiden Jokowi menanggapi tuntukan kami. Mereka berkorban bukanlah untuk bela sungkawa, tetapi demi menegakkan ultimatum tuntutan mahasiswa ! 
Inilah yang seharusnya menjadi sorotan Presiden Jokowi, membenahi RUU KPK dan RKUHP. Cukup itu, bukan yang lain ! Seandainya Presiden Jokowi lebih cepat menanggapi, apakah itu dibatalkan, ditunda, dan sebagainya, maka peristiwa seperti itu tidak sampai terjadi. Saya mewakili suara rakyat hanya butuh kepastian, kepastian RUU yang menguatkan dan menyuarakan nadi rakyat, bukan justru melemahkan dan menumpas hak asasi masyarakat.